Selasa, 29 Mei 2012

PERJALANAN PEMIKIRAN HANS KELSEN


A.       Sejarah Singkat Hans Kelsen
Hans Kelsen lahir di Praha pada tanggal 11 Oktober 1881 dan merupakan keturunan Yahudi yang berpindah ke agama Katolik untuk menghindari masalah integrasi dan demi kelancaran karir akademiknya. Kelsen memulai karirnya sebagai pengacara publik yang kemudian memilih untuk menjadi seorang ahli teori hukum. Ia mendapatkan gelar doktornya pada tahun 1906 di bidang ilmu hukum.

Karya-karya Kelsen sangatlah dipengaruhi oleh ketertarikannya dengan bidang ilmu klasik dan humanisme (filsafat, sastra, logika, dan juga matematika). Buku pertama Kelsen berjudul “Die Staatslehre des Dante Alighieri”.
Teori umum tentang hukum yang dikembangkan oleh Kelsen meliputi dua aspek penting, yaitu aspek statis (nomostatics) yang melihat perbuatan yang diatur oleh hukum, dan aspek dinamis (nomodinamic) yang melihat hukum yang mengatur perbuatan tertentu. [1]Dasar-dasar esensial pemikiran Kelsen adalah:[2]
1.      Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan, adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan;
2.      Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya;
3.      Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmu alam;
4.      Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-norma hukum;
5.      Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum yang nyata.
Hans Kelsen meninggal dunia pada 19 April 1973 di Berkeley. Kelsen meninggalkan hampir 400 karya, dan beberapa dari bukunya telah diterjemahkan dalam 24 bahasa. Pengaruh Kelsen tidak hanya dalam bidang hukum melalui Teori Hukum Murni/Pure Theory of Law, tetapi juga dalam positivisme hukum kritis, filsafat hukum, sosiologi, teori politik dan kritik ideologi. Hans Kelsen telah menjadi referensi penting dalam dunia pemikiran hukum. Dalam hukum internasional misalnya, Kelsen menerbitkan Principles of International Law. Karya tersebut merupakan studi sistematik dari aspek-aspek terpenting dari hukum internasional termasuk kemungkinan adanya pelanggaran atasnya, sanksi-sanksi yang diberikan, retaliasi, spektrum validitas dan fungsi esensial dari hukum internasional, pembuatan dan aplikasinya.[3]

B.    Teori Hukum Murni (The Pure Theory of Law).
Fokus utama teori hukum murni, menurut Hans Kelsen, bukanlah salinan ide transendental yang sedikit banyak tidak sempurna. Teori hukum murni ini tidak berusaha memandang hukum sebagai anak cucu keadilan, melainkan sebagai anak dari orang tua yang suci. Teori hukum tampaknya memegang teguh suatu perbedaan yang tegas antara hukum empirik dan keadilan transendental dengan meniadakan keadilan transendental dari perhatian spesifiknya. Teori ini tidak melihat manifestasi dari suatu otorita gaib di dalam hukum, melainkan meninjau suatu teknik sosial spesifik yang didasarkan pada pengalaman manusia; teori hukum murni menolak untuk dijadikan ilmu metafisika hukum. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan esensial antara ilmu hukum analitik dan teori hukum murni. Adapun letak perbedaannya, kedua bidang itu berbeda karena teori hukum murni berusaha untuk melanjutkan metode hukum analitik dengan lebih konsisten dari yang diupayakan Austin dan para pengikutnya.[4]
Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen dianggap sebagai jalan tengah dari dua aliran sebelumnya, yaitu aliran hukum alam dan aliran hukum positivisme. Kelsen berpendapat bahwa hukum tidak dibatasi oleh pertimbangan moral dan interpretasi hukum berhubungan dengan norma yang non empiris.


Hans Kelsen menjelaskan mengenai yang dimaksudnya dengan Teori Hukum Murni adalah sebagai         berikut:[5]
"Bahwa Teori Hukum Murni adalah teori hukum positif. Ia merupakan teori tentang hukum positif umum, bukan tentang tatanan hukum khusus. Ia merupakan teori hukum umum, bukan penafsiran tentang norma hukum nasional atau intemasional tertentu namun ia menyajikan teori penafsiran. Sebagai sebuah teori, ia terutama dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya. Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaimana ia ada, bukan bagaimana ia semestinya. Ia disebut teori hukum murni lantaran ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan objek penjelasannya dari segala hal yang tidak bersangkut-paut dengan hukum. Yang menjadi tujuannya adalah membersihkan ilmu hukum dari unsur-unsur asing. Inilah landasan metodologis dari teori itu."
Teori Hukum Murni lebih memberikan penekanan khusus kepada pembedaan yang jelas antara hukum empiris dan keadilan transedental dengan mengeluarkannya dari lingkup kajian hukum. Teori Hukum Murni menolak menjadi kajian metafisis tentang hukum. Teori ini mencari dasar-dasar hukum sebagai landasan validitas, tidak pada prinsip-prinsip meta-juridis, tetapi melalui hipotesis yuridis, yaitu suatu norma dasar yang dibangun dengan analisis logis berdasarkan cara berpikir yuristik aktual. [6]
Hans Kelsen melakukan pendekatan yang demikian itu dilatarbelakangi dari tinjaunnya terhadap ilmu hukum tradisional yang berkembang pada abad ke- 19 dan abad ke­20. Menurutnya teori hukum abad ke-19 dan abad ke-20 sudah jauh dari  kemurnian dan ilmu hukum  telah  dicampuradukkan dengan unsur-unsur psikologis, sosiologi,  etika  dan teori politik. Menurut Hans Kelsen Hal ini bisa dimengerti karena bidang psikoiogis, sosial, dan teori politk membahas pokok-pokok yang berkaitan dengan hukum. Hans Kelsen menegaskan lebih lanjut sebagai berikut :
"Teori Hukum Murni berupaya membatasi pengertian hukum pada bidang-bidang tersebut, bukan lantaran ia mengabaikan atau memungkinkan kaitannya, melainkan karena ia hendak menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi (sinkretisme metodologi) yang mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan padanya oleh sifat pokok bahasannya."[7]
Teori ini boleh dilihat sebagai suatu pengembangan yang amat saksama dari aliran positivisme. Seperti dikatakan di atas, ia menolak ajaran yang bersifat ideologis dan hanya menerima. hukum sebagaimana adanya, yaitu dalam bentuk peraturan-peraturan yang ada.. Menurut Kelsen, teori hukum murni adalah teori tentang hukum positif. Ia. berusaha untuk mempersoalkan dan menjawab hukumnya?" dan bukan "Bagaimanakahhukum yang seharusnya?" Oleh karena titik tolak yang demikian itu, maka Kelsen berpendapat, bahwa keadilan sebagaimana lazimnya dipersoalkan, hendaknya dikeluarkan dari ilmu hukum.''[8]
Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa Teori Hukum Murni menghendaki suatu gambaran tentang hukum yang bersih dalam abstraksinya dan ketat dalam logikanya. Oleh karena itulah menurut Teori Hukum Murni, hukum menyampingkan hal-hal yang bersifat ideologis, oleh karena dianggapnya irasional. Teori hukum yang murni juga tidak boleh dicemari oleh ilmu-ilmu politik, sosiologi, sejarah dan pernbicaraan tentang etika.
Teori Hans Kelsen yang bersifat dasar adalah konsepsinya mengenai norma dasar, suatu dalil yang tidak dapat ditiadakan, yang menjadi tujuan dari semua jalan hukum. Dalil yang disebut sebagai norma dasar itu berfungsi sebagai dasar, juga sebagai tujuan yang harus diperhatikan oleh setiap hukum atau peraturan yang ada.
Semua hukum yang berada dalam kawasan norma dasar tersebut harus bisa berhubungan dengannya, oleh karena itu ia bisa juga dilihat sebagai induk yang melahirkan peraturan­-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu. Norma dasar ini tidak perlu sama untuk setiap tata hukum tetapi ia selalu akan ada di situ, apakah  bentuk tertulis, ataukah sebagai suatu pernyataan yang tidak tertulis.
Norma dasar adalah norma tertinggi. Norma dasar merupakan induk untuk melahirkan peraturan-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu. Semua norma yang keabsahannya bisa ditelusuri kembali kepada norma dasar merupakan sebuah sistem norma, sebuah tatanan norma. Norma dasar merupakan sumber utama keabsahan dari semua norma yang berasal dari tatanan yang sama, ini merupakan alasan umum bagi keabsahan semua norma itu. Fakta bahwa norma tertentu berasal dari tatanan tertentu didasarkan pada            keadaan dimana alasan terakhir bagi keabsahannya adalah norma dasar dari tatanan ini. Norma


dasarlah yang membentuk kesatuan dalam berbagai norma dengan memberikan alasan bagi keabsahan semua norma yang berasal dari tatanan ini.10
C.       Norma Dasar (Grundnorm).
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari kejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.[9]
Norma dasar menjadi alasan keabsahan dari norma hukum yang berasal dari tatanan hukum yang sama, maka Norma dasar tersebut merupakan kesatuan dari beraneka macam norma ini. Kesatuan ini juga terungkapkan oleh fakta bahwa tatanan hukum dapat dijelaskan dalam aturan hukum yang tidak bertentangan satu sama lain. Hans Kelsen menjelaskan jika terjadi pertentangan antara norma yang satu dengan norma yang lainnya, maka norma yang lebih rendah harus tunduk pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi menjadi dasar keabsahan norma yang lebih rendah. [10]
Norma dasar yang diterapkan oleh Hans Kelsen disini selanjutnya melahirkan teori Hierarki Norma Hukum (Stufentheorie), suatu teori yang melihat tata hukum sebagai suatu proses menciptakan sendiri norma-norma, dari mulai norma yang umum sampai norma yang konkrit.


[1] Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., et al., Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 8.
[2] W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum (Susunan I), Penerjemah: Mohamad Arifin, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 170.
[3] Wikipedia, loc.cit.
[4] Rudini T.H. Silaban, Pemikiran Teori Hukum Murni, Kompasiana 28 Januari 2010, Jakarta, 2010.
[5] Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif,  Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011, hal. 1.
[6] Asshiddiqie, Op.Cit., hal. 12.
[7] Kelsen, Op.Cit., hal. 2.
[8] Silaban, loc.cit.
[9] Wikipedia, loc.cit.

MITRA BISNIS

Pesona Taman Alam
OU TEA SOLUSI SEHAT DAN SEJAHTERA