Selasa, 29 Mei 2012

HAPUSNYA PERIKATAN

Universitas Jayabaya
Pasca Sarjana Magister Kenotariatan
25 Mei  2012
__________________________________________________________________________
Pasal 1381
Perikatan hapus:
karena pembayaran;
karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
karena pembaruan utang;
karena perjumpaan utang atau kompensasi;
karena percampuran utang;
karena pembebasan utang;
karena musnahnya barang yang terutang;
karena kebatalan atau pembatalan;
karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;dan
karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.

Analisa :
Pasal 1381 KUHPerdata berisi tentang ketentuan-ketentuan  mengenai hapusnya suatu perikatan. Namun bukan berarti Undang-undang hanya membatasi hapusnya perikatan hanya terbatas pada 10 (sepuluh) point diatas. Orang bisa saja menciptakan cara lain dari yang disebut dalam 1381 KUHPerdata. Lagi pula yang dimaksud dalam 1381 satu belum lah lengkap untuk menjadi syarat batalnya perikatan, sepert perikatan yang hapus karena meninggalnya salah satu pihak tidak diatur oleh pasal tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan:
Pembayaran, adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, guru privat dan lain-lain.
Pembaharuan utang atau Novasiadalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW).
Percampuran Utang atau Konfusioadalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
Pembebasan hutang adalah karena debitur dengan tegas melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi. Musnahnya barang yang terhutang tetapi diluar kesalahan debitur, dalam hal ini haruslah bersih dari itikad tidak baik.

Pasal 1382
Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ía bertindak atas namanya sendiri.

Analisa:
Dalam pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentang orang-orang selain debitur sendiri yang dapat melaksanakan pembayaran, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1381 KUHPerdata yaitu:
1.      Mereka yang mempunyai kepentingan, misalnya kawan berutang dan seorang penanggung, yang maksudnya adalah mereka yang mempunyai hubungan dengan debitur serta isi perjanjian yang ada antara debitur dan kreditur.
2.      Seorang Pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang tersebut bertindak atas namanya dan untuk melunasi utang-utang dari debitur, hal yang dimaksudkan ini adalah pesuruh atau seseorang yang bertindak sukarela. Atau orang ketiga tersebut bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak menggantikan hak Kreditur.

Pasal 1401
Perpindahan itu terjadi karena persetujuan:
1.              bila kreditur, dengan menerima pembayaran dan pihak ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikannya dalam menggunakan hak-haknya, gugatan-gugatannya, hak-hak istimewa dan hipotek-hipoteknya terhadap debitur;
Subrogasi ini harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran.
2.              bila debitur menjamin sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan mengambil alih hak-hak kreditur, agar subrogasi ini sah, baik perjanjian pinjam uang maupun tanda pelunasan, harus dibuat dengan akta otentik, dan dalam surat perjanjian pinjam uang harus diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi utang tersebut; sedangkan dalam surat tanda pelunasan harus diterangkan bahwa pembayaran dilakukan dengan uang yang dipinjamkan oleh kreditur baru.
Subrogasi ini dilaksanakan tanpa bantuan kreditur.

Analisa:
Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ke tiga. Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena sebuah penetapan Undang-undang. (Pasal 1400 KUHPerdata).
Apabila pihak ketiga melunaskan hutang seorang debitur kepada kreiturnya yang asli , maka lenyaplah hubungan hukum antara debitur dengan kreditur aslinya. Akan tetapi pada saat yang sama hubungan hukum tersebut beralih padapihak ketiga yang melakukan pembayaran kepada kreditur asli. Dengan melakukan pembayaran tersebut maka perikatan itu sendiri tidak lenyap, tetapi adalah pergeseran kreditur kepada orang lain.
Sebagai contoh, misalnya A berutang pada B, kemudian A meminjam uang pada C untuk melunasi utangnya pada B dan menetapkan bahwa C menggantikan hak-hak B terhadap pelunasan utang dari A.
Sementara pasal 1401 KUHPerdata adalah pasal yang mengatur untuk terlaksananya Subrogasi karena Perjanjian sehingga; Subrogasi harus dinyatakan secara tegas di dalam sebuah akta Otentik karena subrogasi berbeda dengan pembebasan utang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang kepada kreditur. Sehingga akta tersebut jelaslah menjadi alas hak bagi kreditur baru, kedepannya akta tersebut menjadi alat bukti pergeseran hak piutang dari kreditur lama ke kreditur baru.
Jadi agar peralihan secara kontraktual tersebut sah, maka di dalam akta harus dimuat:
1.      pinjaman uang harus ditetapkan dengan akta autentik;
2.      dalam akta harus dijelaskan besarnya jumlah pinjaman, dan diperuntukkan melunasi utang debitur;
3.      tanda pelunasan harus berisi pernyataan bahwa uang pembayaran utang yang diserahkan kepada kreditur adalah uang yang berasal dari pihak ketiga.

Pasal 1402
Subrogasi terjadi karena undang-undang:
1.              untuk seorang kreditur yang melunasi utang seorang debitur kepada seorang kreditur lain, yang berdasarkan hak istimewa atau hipoteknya mempunyai suatu hak yang lebih tinggi dan pada kreditur tersebut pertama;
2.              untuk seorang pembeli suatu barang tak bergerak, yang memakai uang harga barang tersebut untuk melunasi para kreditur, kepada siapa barang itu diperikatkan dalam hipotek;
3.              untuk seorang yang terikat untuk melunasi suatu utang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang lain dan berkepentingan untuk membayar utang itu;
4.              untuk seorang ahli waris yang telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri, sedang ia menerima warisan itu dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan itu.

Analisa:
Subrogasi terjadi tanpa perlu persetujuan antara pihak ketiga dengan kreditor lama, maupun antara pihak ketiga dengan debitor. Dalam pasal ini disebutkan bahwa jika seorang kreditor pemegang hipotek kedua yang melunasi piutang kreditor pemegang Hipotek pertama, maka terjadi subrogasi yaitu si pembeli menggantikan kedudukan kreditor pemegang hipotek yang pertama.
Jika seorang kreditur dalam Hak Tanggungan peringkat kedua melunasi piutang miliki kreditur preferen, maka kreditur peringkat dua itu demi Undang-undang bergeser menjadi kreditur Preferen yang baru atas debitur yang mana semula berhutang pada kreditur pertama.
Seorang yang membeli benda tidak bergerak yang diikat dengan jaminan Hak Tanggungan dengan harga sesuai dengan jumlah utang kepada kreditur dan/atau para kreditur. Maka pembeli itu demi undang-undang akan menjadi pemilik hak piutang yang baru, karena beralihnya hak tersebut dari para kreditur ke si pembeli tersebut.
Subrogasi juga akan terjadi karena pewarisan. Karena pewarisan adalah mewarisi hak dan kewajiban. Selain ahli waris harus melunasi seluruh utang-utang si pewaris, maka ahli waris tersebut juga berhak atas hak tagih atau piutang dari pewarisnya.
Pasal 1413

Ada tiga macam jalan untuk pembaruan utang:
1.              bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya;
2.              bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dan perikatannya;
3.              bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dan perikatannya.

Analisa:

Pembaharuan utang adalah suatu perjanjian yang mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru. Dalam pasal ini pembaruan utang atau Novasi baru akan terjadi dalam 3 syarat yaitu:
1.      Antara debitur dan Kreditu membuat perjanjian baru yang berisi pengahapusan ketentuan utang pada perjanjian yang lama. Hal ini disebut juga ovasi Objektiv.
2.      Apabila terjadi pergantian Debitur, dengan ketentuan debitur lama dibebaskan dari perikatan. Hal ini disebut juga Novasi Subjektif yang pasif.
3.      Apabila terjadi pergantian kreditu, dengan mana kreditur lama dibebaskan dari perikatannya. Hal ini disebut juga Novasi Subjektif yang aktif.
Dari uraian di atas jelaslah dapat ditarik sebuah unsur-unsur dari Novasi tersebut adalah:
1.      adanya perjanjian baru,
2.      adanya subjek yang baru,
3.      adanya hak dan kewajiban, dan
4.      adanya prestasi
Tentu saja akibat hukum dari Novasi berbeda dengan akibat hukum yang timbul dari Subrogasi. Karena Novasi menyebabkan putusnya hubungan dengan kreditur atau debitur lama. Sehingga, kreditur tidak dapat meminta pembayaran kepada debitur lama, sekalipun debitur baru jatuh pailit atau debitur baru tenyata orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum.

Pasal 1426
Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk jumlah yang sama.

Analisa:
Kompensasi tentu terjadi atas utang-piutang yang bertimbal balik. Dapat dijelaskan bahwa kompensasi terjadi apabila dua orang saling berhutang satu pada yang lainnya dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Misalnya, A berutang 1000 kepada B, dan B berutang 800 kepada A. Maka A secara hukum memiliki utang 200 kepada B.
Kompensasi terjadi demi hukum. Sehingga para pihak tidak perlu lagi membuat perjanjian tegas terhadap kondisi demikian. Karena begitu ada perjumpaan utang-piutang, maka akan ada anulir baik secara keseluruhan atau sebagian tergantung dari jumlah utang yang saling berjumpa tersebut. Dan pula, tidak boleh para pihak mengingkari hal ini karena tidak diperjanjikan sebelumnya.
Kompensasi yang terjadi demi hukum ini menurut hemat saya memang akan melahirkan sebuah pertentangan. Karena ketegangan akan terjadi mana kala para pihak berada dalam kondisi kesiapan bayar yang berbeda. Apa lagi di kondisi bisnis yang modern seperti saat ini, karena keberadaan dana satu atau dua hari saja berpengaruh besar terhadap kelangsungan sebuah perusahaan.

Pasal 1438
Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan.

Analisa:
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utang dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Maka dari itu pasal 1438 KUHPerdata menekankan bahwa pembebasan Utang haruslah dibuktikan. Mengenai pembebasan utang haruslah dilakukan semacam deklarasi dari kreditur kepada debitur yang prinsipnya membebaskan debitur dari kewajiban-kewajiban membayar utangnya. Sementara untuk sistem deklarasi yang dimaksud diatur dalam pasal 1439-1441 KUHPerdata. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pernyataan kreditur itu dilakukan diluar ketentuan pasal-pasal tersebut, dengan cara lisan misalnya bisa saja dilakukan. Untuk itulah beban pembuktian pembebasan utang tersebut menjadi tanggungjawab pihak yang memprasangkakan kebebasan utang itu.
Pernyataan kebebasan yang dimaksud adalah dengan cara, pengembalian sepucuk tanda piutang, pembebasan hutang pada salah seorang kawan berhutang, pengambalian gadai, pembebasan yang berhutang utama, serta pembayaran dari penanggung. Atau dengan cara lain sesuai dengan Hukum Acara Perdata dan Undang-undang yang berlaku.

Pasal 1444
Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di tangan kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya.
Dengan cara bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu sekali-kali tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti harga.

Analisa:
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu “keadaan memaksa” atau force mayeur  sehingga undang-undang mengatur mengenai akibat-akibat hukum dalam kondisi demikian.
Menurut pasal ini maka kondisi yang sangat memaksa itu menyebabkan hapuslah sebuah perikatan tersebut asalkan barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Karena hal ini terkait dengan ketentuan Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya. (1237 KUHPerdata)

Pasal 1445
Jika barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar kesalahan debitur, maka debitur, jika ia mempunyai hak atau tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada kreditur

Analisa:
Ketentuan sebagai mana pada pasal 1444 diatas, hanya berlaku bagi perjanjian Cuma-Cuma. Sedangkan dalam perjanjian timbal balik/ atas beban menurut pasal 1445 KUHPerdata, jika barang yang menjadi objek perjanjian musnah di luar kesalahan debitur, maka debitur harus tetap melakukan prestasi kepada kreditur. Artinya debitur tetap memberikan hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi kepada kreditur.
Sehingga apa yang adil di dalam perjanjian Cuma-Cuma belum adil perngertian Force Mayeur di dalam perjanjian timbal balik. Karena KUHPerdata dalam hal ini mengatur secara khusus ketentuan “keadaan memaksa” dalam hal perjanjian timbal balik.
Jika terjadi obyek perjanjian tersebut musnah diluar kesalahan Debitur, maka ia tetap harus melakukan prestasinya. Artinya tetap melakukan Kewajiban-kewajibannya serta dalam kondisi tertentu dapat pula menuntut hak-haknya kepada kreditur.

Pasal 1446
Semua perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dan pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.
Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka.

Analisa:
Menurut Mariam Barus Badrulzaman, walaupun judul bagian kedelapan tersebut adalah kebatalan dan pembatalan perikatan. Namunbagian tersebut hanyalah membahas tentang kebatalan saja. Isi dari pasal tersebut adalah perihal perjanjian yang diikat oleh orang yang tidak cakap.
Berpijak dari pendapat tersebut menurut Saya seyognya dalam konteks tidak cakap sebuah perjanjian adalah “dapat dibatalkan”. Karena syarat yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah syarat Subjektif yang mana untuk syarat subjektif haruslah ketentuanya “dapat dibatalkan” bukan “batal demi hukum.”

Pasal 1265
Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.
Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

Analisa:
Ketika mengkaji pasal 1381 KUHPerdata perihal point yang menyatakan Perikatan hapus karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini. Bagian dari BAB I yang dimaksud adalah BAB I BAGIAN KELIMA Tentang perikatan-perikatan bersyarat (Pada perkuliahan Tanggal 28 April 2012 oleh Ibu. Dr.Diah S. Muladi, SH, SpN,.MH)
 Maka kita harus kembali kepada ketentuan syarat batal seperti yang diatur dalam 1265. Untuk itu pasal 1265 KUHPerdata ini perlu untuk kembali di kaji. Dalam kebebasan berkontrak bisa saja perjanjian digantungkan pada sebuah syarat yang membatalkan perjanjian tersebut. Artinya bila syarat yang dimaksud terpenuhi maka hapuslah perikatan yang dibuat dengan syarat tersebut. Sehingga konsekuensinya adalah para pihak harus mengembalikan kondisi seperti semuala seoalah tidak ada perikatan tersebut.
Menurut Pasal 1265 KUHPerdata, Syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Musnahnya barang yang menjadi pokok perikatan, kelalaian dan ingkar janji merupakan syarat yang dapat membatalkan perikatan.
Sehingga kondisi harus;
1. Dikembalikan seperti semula seolah tidak ada perikatan,
2. Hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya.
Menurut R. Setiawan, ketentuan untuk mengembalikan seperti semula tidak ada ketentuan memaksa sehingga bisa saja dikesampingkan. Karena adakalanya kondisi tersebut tidak memungkinkan untuk mengembalikan kondisi seperti semula. Misal dalam perjanjian kerja. Seseorang yang diikat oleh perjanjian kerja untuk satu tahun. Setelah ia bekerja satu tahun maka ia sudah memenuhi syarat untuk putusnya perikatan. Kondisinya tidak mungkin si pekerja dipaksa mengembaikan hak yang diterimanya berupa upah selama satu tahun, dan perusahaan harus mengembalikan prestasi yang didapat dari pekerja yaitu sebuah “hasil kerja”.
Sehingga hukum akan memandang konseskuens dalam hal di atas adalah hanya terkait hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya. Artinya dalam hal pekerja tersebut ia sudah tidak diikat lagi untuk melakukan pekerjaan ti waktu selanjutnya setelah perikatan putus.
Beda kondisinya perikatan yang mana A menjual rumahnya kepada B, dengan syarat batal jika B menjadi gubernur. Maka jika B menjadi guebernur rumah akan kembali menjadi milik A dan ia harus mengembalikan uang pembeliannya kepada B. Maka kondisi seperti yang dicontohkan sangat memungkinkan untuk dikembalikan seperti semula. Sehingga menurut Saya dalam membaca pasal 1665 KUHPerdata seyogyanya diangga bahwa ketentuan tersebut tidak memaksa. Yaitu dikususkan pada perikatan-perikatan yang kondisinya tidak mungkin untuk dikembalikan kepada posisi semuala ketika belum lahirnya perikatan.

MITRA BISNIS

Pesona Taman Alam
OU TEA SOLUSI SEHAT DAN SEJAHTERA