Rabu, 06 Juni 2012

DASAR PERTIMBANGAN HUKUM DALAM MELAHIRKAN PRODUK HUKUM


DASAR PERTIMBANGAN HUKUM DALAM MELAHIRKAN PRODUK HUKUM[1]

Di dalam Politik hukum, segala produk hukum harus memiliki landasan fakir berupa pertimbangan hukum. Karena hukum bertujuan untuk tercapainya sebuah keadilan, pertimbangan matang sebelum  melahirkan produk hukum menjadi hal yang sangat fundamental karena ia harus mengandung orientasi keadilan. Dr. H. Achmad Muliadi, SH.,MH dalam memandang dasar pertimbangan hukum menitik beratkan dalam beberapa hal yaitu sebagai berikut:


***Substansi Hukumnya
Hal ini terkait dengan pengaturan suatu materi hukum yang mana masih dilihat banyak kelemahan-kelemahan. Hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan Program Legislasi Nasional yang masih lemah dan hanya mengutamakan kepentingan sektoral atau kepentingan golongan tertentu.

Untuk memastikannya silakan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap Prolegnas Tahun 2012. (tidak dibahas lebih lanjut dalam perkuliahan ini)

Disamping itu kemampuan pembentuk undang-undang masih tidak memadai. Karena hampir seluruh undang-undang yang diberlakukan selalu diuji di Mahkamah Konstitusi. Banjirnya permohonan pengujian undang-undang tersebut adalah sebagai cerminan bahwa undang-undang yang dilahirkar oleh DPR (pembentuk undang-undang) selalu mengundang protes dan penolakan.

Bagaimana mungkin undang-undang yang lahir akan menjadi memadai dan sesuai harapan jika Anggota DPR cendrung tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Sebagai contoh, DPR dalam melakukan dengar pendapat bersama akademisi dakam pembahasan UUPA. Disini terlihat dalam pembahasan Anggota DPR melenceng dari apa yang dipaparkan oleh akademisi. Belum lagi mereka yang seenaknya keluar masuk gedung dan bertanya lagi hal yang baru sebelum mereka memahami pemaparan yang pertama. Bayangkan Anggota DPR tidak bisa membedakan antara Hak Ulayat dan Hak Adat, Lalu bagaimana mungkin mereka menyusun RUU perubahan UUPA?[2]

Maka hipotesinya adalah; wajar saja banyak ketimpangan dan benturan di peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, karena ”si pembuat” undang-undangnya tidak mumpuni pemahamannya dalam apa yang mereka buat. Sederhananya bayangkan saja pembuatan roti di pabrik roti yang pekerjanya hampir seluruhnya tidak mengerti apa itu roti!

Solusi dari ketidakmampuan pembuat undang-undang adalah
Fururistik, yaitu diberikannya kesempatan bagi masyarakat untuk mengeritik RUU yang sedarng dibahas oleh DPR, untuk menjadi masukan bagi mereka. Karena yang selama ini terjadi di DPR adalah; tertutupnya keran informasi bagi masyarakat luas yang ingin mengetahui isian permasalahan yang ada dalam pembahasan RUU.

Jika kita datang ke DPR ingin melihat progres pembahasan RUU maka kita akan hanya memperoleh draf RUUnya saja, bukan sampai pada daftar isian pemasalahan yang muncul di dalam pembahasan RUU.  Lalu apa yang menjadi dasar bagi DPR enggan memberikannya? Alasan DPR adalah ”itukan masih dalam pembahasan jadi Rahasia donk..!”

Dalam pembuatan undang-undang Naskah Akademik menjadi penting dalam rangka membuat UU yang sesuai dengan aspek Sosiologis, Yuridis, dan Akademis. Taraf ideal yang diharapkan adalah sebelum lahirnya RUU maka lahir dan dibahas dulu Naskah Akademik. Bukan justru sebaliknya. Lahir dulu pasal demii pasal kemudian dimintakan naskah akademik yang sesuai dengan pasal-pasal tersebut.

***Partisipasi Masyarakat dalam Pembuat Undang-Undang
Kesadaran Hukum baru muncul ketika orang menjalankan aturan hukum karena ia butuh untuk mematuhi itu dengan kesadaran bahwa itulah yang terbaik untuk hidupnya. Namun ketika seseorang mematuhi aturan karena takut dengan sanksinya, maka pada fase itu belum munculah kesadaran hukum seseorang itu.

Maka pertimbangan hukum yang baik dalam pembuatan produk hukum adalah, Apakah masyarakat akan mematuhi aturan itu dalam fase kesadaran hukum atau sekedar takut sanksi. Jika sekedar takut sanksi maka sebaiknya diurungkan produk hukum itu, namun sebaliknya jika masyarakat menyadari hukum tersebut, maka itu adalah fase terbaik untuk melahirkan produk hukum

***Hukum Positif Masih Tumpang Tindih
Dalam mempertimbangkan melahirkan produk hukum, sebaiknya dipertibangkan terlebih dahulu apakah produk hukum yang baru itu akan tumpang tindih dengan produk yang sudah ada sejak lama? Untuk menghindarinya jika perlu dicabut dulu ketentuan lamanya!

Sebagai contoh, mengenai ketentuan batas dewasa. Ada banyak fersi yang beredar dalam bentuk undang-undang. Sebut saja dewasa fersi KUHPerdata, UU Perkawinan,UU pemilu dan banyak lainnya.

***Fikirkan tentang pembuatan peraturan pelaksana
Jangan pernah abaikan untuk membuat peraturan pelaksana yang merupakan amanat Undang-undang. Contohkan saja hingga sekarang UU Hak Atas Tanag belum pernah lahir padahal itu adalah amanat UUPA.

***Selektif dalam Meratifikasi Konversi Internasional
Silakan kaji lebih lanjut tentang UU No.2 Tahun 2002 yang merupakan perwujudan ratifikasi tentang nuklir!



[1]Disampaikan pada Kuliah Politik Hukum
Oleh: Dr. H. Achmad Muliadi, SH.,MH
Dirangkum oleh: Dodi Oktarino, SH
Universitas Jayabaya
Pasca Sarjana Magister Kenotariatan
1 Juni 2012
[2]Pengalamam Dr. H. Achmad Muliadi, SH.,MH ketika diundang dengar pendapat di DPR


LAYANAN INFORMASI KESEHATAN DAN BISNIS ONLINE 
INFORMASI KESEHATAN KLIK LINK DI BAWAH INI :
  1. Panduan Cara Cepat Untuk Hamil
  2. Panduan Tes Psikologi No.1 Di Indonesia
INFORMASI BISNIS ONLINE KLIK LINK DI BAWAH INI :
  1. Jurus Cerdas Berinvestasi Berkebun Emas
  2. Rahasia Mengeruk Dollar Amazon dan Google Adsense
  3. Cara Cepat Membuat Blog WordPress Untuk Pemula
  4. Cara Cepat Membuat Website
  5. Affiliate Site Blueprint Home Study Course
  6. Rahasia Mendapatkan Keuntungan Dari Forex Trader
  7. Cara Cerdas Beli Properti Tanpa Modal Sendiri
  8. Memulai Bisnis Online Dengan Modal Kecil
MEMBUKA PASSWORD Memulai Bisnis Online Dengan Modal Kecil 
Copy paste : triagung86

MITRA BISNIS

Pesona Taman Alam
OU TEA SOLUSI SEHAT DAN SEJAHTERA